Pengalaman IMO dan RMO dr. Gilbert

Pengalaman IMO dan RMO ala dr. Gilbert – Part 2

Post ini adalah lanjutan dari pengalaman IMO dan RMO ala dr. Gilbert bagian pertama

Bagi kalian yang belum membaca, klik dulu link diatas ya!

Nah, setelah kalian tahu timeline kasar dari perjalanan IMO dan RMO saya, sekarang saya akan membagikan detail-detail yang mungkin terlewatkan dari bagian pertama.

Kompetisi IMO dan RMO

Kalau kalian masih mengingat pengalaman RMO pertama saya, saya direkrut melalui closed recruitment.

Dalam artian, saya tidak perlu ikut seleksi.

Jujur, akibat keterbatasan waktu dan tidak adanya tekanan, saya tidak berharap banyak.

Saya memiliki prinsip:

You reap what you sow. Sometimes, you don’t reap anything because the others sow everything

Kerja keras penting, tapi terkadang orang lain memang sedang dalam keberuntungannya untuk mendapatkan posisi yang lebih baik.

Apalagi, saya berkompetisi dengan beberapa universitas ternama seperti Universitas Indonesia, Universitas Trisakti, dan Universitas Atma Jaya.

Jujur, langsung ciut.

Bagi kalian yang belum familiar dengan konsep RMO dan IMO, kalian dapat melihat post oleh dr. Nicholas

Dasarnya, RMO dan IMO dibagi menjadi 3 bagian, bagian pertama terdiri dari MCQ dan OSPE.

Seperti ujian per blok biasa.

Biasanya pada tahapan ini, belum ada stress yang berarti.

MCQ dikerjakan berdua, OSPE pun dikerjakan dengan dua otak.

Kendala bisa terjadi bila dua kandidat memiliki pendapat yang teguh dan tidak ada yang mau mengalah.

Makanya, kecocokan antar partner juga memiliki peran yang sangat penting.

Kedua-dua nya tidak dapat mengambil keputusan juga tidak baik.

Tidak ada yang bisa memutuskan dan saling mengikuti.

Kebayang kan?

Jadi, bagaimana seharusnya yang benar?

Saya sendiri menganut prinsip kedua-duanya memiliki pendirian yang teguh namun masing-masing harus tau kapan harus mengalah.

Kenapa?

Jadi, dalam persiapan digestif RMO yang kedua dan IMO perdana saya, saya berdiskusi dengan teman saya bagimana cara mempersiapkan diri yang efektif.

Kami tahu ada banyak sekali bimbingan yang harus kami tekuni, materi yang harus kami kuasai dan kami juga ingin mempelajari soal-soal UKDI gastro karena mirip dengan soal RMO dan IMO untuk babak-babak awal.

Kunci pertama untuk sukses IMO: kerja keras, lebih keras dibandingkan orang-orang sekitar.

Kapan kita tahu kerja kita sudah cukup keras?

Jawabannya: tidak pernah. Ketika kita merasa kerja kita sudah cukup keras, disaat itulah Anda akan tersalip.

Tekanan untuk perform well saat RMO dan IMO tidak semerta-merta hanya terjadi di lingkungan IMO dan RMO.

Ingat di post sebelumnya bahwa pada saat RMO dan IMO terjadi, kami sedang menjalani blok ICM 1 dan ICM 2?

Nah, tentu saja di blok itu terdapat topik digestif.

Dan tentu saja teman-teman Anda akan berekspektasi lebih terhadap Anda untuk menjawab soal-soal gastro.

Tekanan itu bisa Anda nikmati atau bisa menjadi penghancur mental Anda.

Tapi, dari pengalaman saya sendiri, biasa tekanan ini minimal sekali.

Bagi kalian yang penasaran: Apakah mengikuti IMO dan RMO itu worth it?

Bila kalian terfokuskan untuk menang, maka ketika Anda masih belum beruntung, Anda akan merasa sangat down dan dapat pula merasakan bahwa sia-sia saja persiapan selama 6 bulan – 1 tahun tersebut.

Namun, ketika fokus Anda menjadi untuk memperkaya ilmu secara lebih mendalam, maka IMO dan RMO akan sangat worth it bagi Anda.

Dan itulah yang saya rasakan selama mempelajari IMO dan RMO gastro.

Walau ilmu yang saya retain setelah lulus dokter untuk ilmu gastro hanya 10%, namun 10% tersebut sudah cukup jauh dari ilmu digestif teman-teman saya yang lain.

Keuntungan lainnya? Saya jarang mempelajari kembali ilmu digestif untuk ujian: baik koas maupun UKDI atau OSCE Nasional.

Karena Anda sudah menghafalkan dan mengerti secara pasti seluk-beluk digestif.

Dari anatomi hingga treatment.

Struktur yang kokoh akan membangun fondasi yang kuat sehingga Anda boleh lupa detail namun dapat meningat konsepnya.

Baca Juga: Pentingnya Basic Science di Dunia Kedokteran

Ada satu hal lain lagi yang cukup penting yang ingin saya share mengenai IMO dan RMO.

Mindset.

Bila Anda ingin datang ke lokasi lomba dan ingin membanggakan dan mengharumkan nama kampus ataupun orang-orang terdekat Anda, mentalitas juara sangat dibutuhkan.

Mentalitas juara artinya adalah: “Saya akan memberikan 100% untuk IMO atau RMO”.

Mulai dari kapan mentalitas itu sudah harus ada?

Menurut saya, sejak dari awal persiapan lomba. Mengapa?

Karena dengan mentalitas pemenang ini akan membentuk sikap dan perilaku kita dalam meng-approach lomba tersebut

Dan bedakan mentalitas “ingin menambah ilmu” dan “hanya sekedar datang dan berlomba”.

Yang pertama masih dapat menjuarai IMO dan RMO sedangkan yang kedua pasti hanya akan menggunakan instagramnya.

Dengan mentalitas juara ini, selain mempersiapkan diri Anda secara lebih baik, secara tidak langsung Anda sudah melakukan mental priming.

Apa itu mental priming? Mental priming sendiri bagi saya adalah menganut sebuah mentalitas sehingga dengan pikiran juara, kita akan bertingkah layaknya seorang juara.

Bukan sombong, namun mentalitas juara artinya anda percaya diri dengan apapun yang Anda lakukan.

Kepercayaan diri yang cukup dan tidak berlebihan akan sangat membantu Anda mengurangi rasa tegang, malu, atau minder saat berada di ruangan lomba.

Sekali lagi, bayangkan TS Anda semua berada di ruangan yang sama, berkumpul dalam sebuah grup dengan alma warna-warni sambil serius belajar atau berdiskusi.

Tentu saja Anda akan panik bukan?

Dengan mental priming sebagai seorang juara, Anda tidak akan ikut-ikutan panik dan belajar.

Panik dan last-minute revision menurut saya adalah dua hal terburuk yang bisa mahasiswa kedokteran lakukan dalam mempersiapkan diri untuk ujian.

Namun, itu untuk topik post lainnya.

Sekarang, kita masuk ke bagian lombanya.

Pada saat MCQ, babak pertama biasanya masih belum sulit.

MCQ babak pertama tidak jauh berbeda dengan MCQ pada saat kita menjalani ujian blok.

OSPE babak pertama juga tidak berbeda jauh, hanya tergantung dari preparat apa saja yang ada di tiap universitas tersebut.

Hari pertama akan selesai begitu saja, biasanya kita akan kembali ke penginapan.

Tidur sejenak, makan bersama teman-teman satu kampus.

Dan memutuskan untuk belajar kembali atau tidak.

Perasaan tidak lolos ke babak selanjutnya akan selalu menghantui Anda.

Hal itu lah yang membuat kita terkadang ragu apakah perlu untuk belajar terus ketika jaminan lolos belum tentu ada?

Namun, kami tetap percaya diri dan tetap mempersiapkan diri sebaik mungkin.

Pengumuman di pagi hari bahwa logo UPH terpampang sebagai universitas yang lolos di babak berikutnya pun membuat kami bahagia.

Namun, itu pun hanya sejenak.

Setelah itu, babak dua biasanya akan naik tingkat kesulitannya.

Nomor-nomor yang dilewatkan untuk dibahas berikutnya dapat mencapai 50% nya.

Hal ini karena setiap nomor yang salah akan diberi penalti -1.

Strategi sangat diperlukan disini.

Clinical skills pun sangat penting disini karena OSCE merupakan salah satu komponen dari babak kedua.

Sebenarnya, clinical skills hanya menegangkan sampai sebelum mengetahui soalnya.

Setelah mengetahui soal dan lega bahwa Anda dapat mengerjakannya, biasanya akan aman-aman saja.

Pengumuman lolos ke babak 3 besar (RMO) atau 5 besar (IMO) pun tidak kalah menegangkan.

Bagi RMO, bila anda lolos ke babak final sama saja Anda sudah mengunci salah satu trofi.

Tinggal trofi sebesar apa yang Anda inginkan.

Untuk IMO, Anda masih harus memperjuangkan trofi tersebut melalui SOCCA dan LCT (lomba cerdas tangkap).

SOCCA sejujurnya tidak begitu sulit selama Anda dapat menguasai konsep dengan benar.

LCT yang sangat menegangkan.

Seluruh mata tertuju pada Anda, sebagian berekspektasi besar, sebagian menghakimi, sebagian berharap universitas mereka yang menang.

Namun, pada akhirnya, semua pengalaman tersebut worth it.

Baik para pemenang maupun yang lebih beruntung untuk belajar tentang apa itu kekalahan terlebih dahulu.

Sekian sesi sharing saya mengenai IMO dan RMO dalam 2 bagian.

Saya harap ini dapat menjawab rasa ingin tahu kalian semua mengenai IMO dan RMO.

Sampai jumpa di post berikutnya!

Written by: Gilbert Sterling Octavius
Edited by : Nicholas Gabriel H.R.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

en_USEnglish