Site icon Koas2Doctor

Pengalaman IMO & RMO ala dr. Gilbert – Part 1

Kompetisi RMO dan IMO

Kompetisi RMO dan IMO

Indonesian Medical Olympiad (IMO) yang sekarang memiliki kepanjangan Indonesian International Medical Olympiad merupakan sebuah ajang yang cukup bergengsi di antara makhluk fakultas kedokteran.

Sekarang, saya akan membagi my two cents on IMO. Tulisan ini sama seperti tulisan pengalaman berorganisasi.

Sangat dipengaruhi oleh pendapat, emosi, dan pemikiran saya sendiri.

Dan untuk menjelaskan sepak terjang saya di IMO, saya akan membahas sedikit mengenai kompetisi lainnya.

Sedikit saja, untuk membantu pemahaman Anda yang mungkin belum pernah terpapar atau akan terpapar di dunia ini.

Jadi, menurut wikipedia, IMO sendiri diadakan pertama kali pada tahun 2010 dengan nama National Medical Challenge.

Di tahun 2011, IMO diadakan dengan nama National Medical Olympiad.

Pada tahun 2016, IMO mengadopsi nama Indonesian International Medical Olympiad.

Tidak jelas di Wikipedia kapan National Medical Olympiad menjadi Indonesian Medical Olympiad.

Dan ya, semalas itu saya melakukan riset tentang ini.

Karena inti dari post ini bukanlah membahas sejarahnya.

Sudah banyak universitas yang menjadi host dari acara ini seperti:

Nah, sebelum saya menjelaskan pengalaman saya di IMO, ada baiknya saya membahas dua kompetisi lain yaitu Regional Medical Olympiad (RMO) dan Scientific Project and Olympiad of Palembang (SPORA).

RMO merupakan “Mini IMO” di mana universitas partisipan hanyalah sesuai wilayah yang telah ditentukan oleh Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI).

Jadi, karena UPH berada di wilayah 2, universitas yang boleh mengikuti RMO regio 2 adalah UI, UKRIDA, dan lainnya.

Saya pertama kali mencemplungkan diri ke dunia “perlombaan” ini pada tahun 2016 di RMO yang pada tahun itu diselenggarakan oleh FK UIN.

Cabang yang saya ikuti adalah gastro atau lebih dikenal dengan digestif.

Dan cabang ini tetap saya geluti sampai pada akhir IMO tahun 2017.

Mengapa digestif?

Sebenarnya tidak ada alasan spesifik seperti passion atau sangat tertarik menjadi Spesialis Penyakit Dalam Konsulen Gastroentereohepatologi (KGEH).

Cukup dengan modal kepercayaan bahwa nilai blok gastro kedua tertinggi saja sudah cukup.

Yup, modal kepercayaan diri.

Jadi, pada saat dilaksanakan seleksi internal untuk memilih representatif UPH untuk ke IMO, saya sendiri tidak mengikutinya.

Karena memang pada saat itu belum muncul minatan untuk mengikuti lomba seperti itu.

Kesempatan saya pertama kali untuk mengikuti lomba datang pada Regional Medical Olympiad (RMO) 2016.

Kesempatan datang karena ada kakak kelas yang mengajak saya untuk menjadi partnernya dalam bidang gastro.

Yep, dalam kata lain, hoki.

Karena RMO masih merupakan event perdana pada saat itu, tidak ada regulasi resmi dari pihak internal UPH sehingga proses rekruitment sangat informal.

Hokinya sendiri pun didasari karena angkatan kakak kelas tidak ada yang bersedia untuk menjadi partner gastro pada saat itu.

Kesempatan tidak datang dua kali dan saya pun langsung mengiyakan.

Saya pun kembali mengulang belajar gastro sekilas dan baru menyadari seberapa banyak materi gastro yang ada.

Saya sendiri tidak dapat menceritakan pengalaman saya secara mendetail disini karena akan kepanjangan.

Akan saya share nantinya di part 2.

Jujur, saya cukup deg-degan berada di sana.

Pertama, saya merasa tidak begitu siap.

Materi yang saya pelajari sangat minim sekali, hanya cukup untuk lulus di blok gastro itu saja.

Yang kedua, saya merasa terintimidasi dengan lawan-lawan yang terlihat cukup siap.

Mereka selalu mengubur mata mereka dengan catatan mereka setiap saat.

Seolah-olah apabila mata mereka dialihkan untuk sesaat, dunia akan berakhir.

Ditambah lagi dengan nama-nama besar seperti Universitas Indonesia dan UKRIDA yang ada disana.

Namun, dengan segala puji Tuhan, kami dapat mencapai juara 2 di bidang digestif dan juara umum untuk Universitas Pelita Harapan.

Fast forward 1 tahun kemudian.

Setelah berjibaku untuk mempelajari digestif dengan lebih tajam dengan bercermin kepada pengalaman RMO terdahulu, fokus saya berada pada RMO dan IMO digestif 2017.

Catatan di Microsoft Word pun mulai bertumpuk akibat membaca berbagai sumber yang cukup mendalam.

Baca juga: Pentingnya Basic Science di Dunia Kedokteran

Setelah menembus penyisihan internal untuk RMO dan IMO digestif, kamipun memulai persiapan yang intensif untuk mempelajari tentang digestif ini.

Untuk saya pribadi, saya mulai lagi dari 0.

Saya membuat catatan basic science terlebih dahulu sehingga Netter, Sobotta, Gray’s Anatomy, Sherwood, Ganong, Wheather histologi dan histopatologi, Learning The Basics Radiology dan masih banyak buku lainnya.

Sedangkan untuk penyakit digestif sendiri saya menggunakan kombinasi dari Yamada, Harrison, Netter Gastrology, buku-buku Indonesia seperti buku ajar gastroenterologi, buku ajar hepatologi, dan kumpulan jurnal-jurnal yang terbaru.

Hari demi hari pun saya lalui untuk membuat catatan, berusaha membaca lebih banyak, bimbingan dengan dosen pembimbing, dan repeat.

Bagaimana dengan pelajaran blok FK?

Well, jujur saya hampir “membuang” pelajaran blok.

Dalam artian karena blok yang dilewati adalah blok ICM 1 dan 2 (jujur saya juga lupa kepanjangan dari ICM apa).

Dalam blok ICM 1 dan ICM 2, kita akan mengulangi kembali seluruh pelajaran secara holistik dan integratif.

Kalau misalnya chest pain di blok jantung hanya ada diagnosis jantung dan pada paru hanya ada diagnosis paru, maka di ICM setiap etiologi penyakit jantung akan dibahas satu per satu.

More or less sudah memasuki sedikit ranah klinis.

Karena sebenarnya blok ICM hanya mengulangi pelajaran, saya bertaruh dengan memori saya untuk mengingat kembali materi-materi tersebut dan hanya mengandalkan lecture.

Sisanya? Pasrah dan berdoa.

It was a miracle that I passed those blocks.

Bahkan saya terkadang skip lecture kalau misalnya dapat mengira-ngira lecture tersebut tidak penting.

Waktu tersebut akan saya pakai untuk ke perpustakaan untuk belajar.

But that will be another story, another post.

Setelah itu pun saya mulai mengisolasi diri pula dan sangat jarang keluar.

Masa-masa tersebut merupakan salah satu momen stress dalam dunia perkuliahan saya.

Namun, upaya memang tidak akan mengkhianati hasil.

Saya dan teman saya berhasil menjuarai RMO bidang digestif dan UPH pun mempertahankan posisi juara umum saat itu.

Setelah RMO, saya dan teman saya memutuskan untuk mendaftarkan diri di SPORA, sebuah ajang kompetisi yang terdiri dari literature review, video edukasi, poster edukasi, poster publik, dan kompetisi yang mirip seperti IMO.

Kami pun memenangi SPORA yang kebetulan pada tahun itu bertemakan digestif dengan juara 1.

Namun, bukannya tambah percaya diri, kami sadar bahwa masih banyak hal yang belum kami ketahui.

Hal itu membuat kami justru tambah meng-intensifkan pembelajaran kami.

Dengan seluruh usaha tersebut, kami berhasil mendapatkan juara kedua.

Cukup sekian dulu untuk post hari ini, di part 2 saya akan menjelaskan lebih detail mengenai emosi dan perasaan yang saya rasakan selama berjibaku di dunia IMO dan RMO.

Written by: Gilbert Sterling Octavius
Edited by: Nicholas Gabriel H.R.

Exit mobile version