The Lancet: Kontroversi Vaksin MMR Hingga Sputnik V

Siapa yang tidak mengenal jurnal The Lancet? Jurnal terbitan Elsevier ini memiliki H-index 762 dengan index Q1 menurut Scimago.

Tidak ada yang asing juga dengan kaitan vaksin MMR dan autisme. Artikel ini dipublikasi di The Lancet pada tanggal 28 Februari 1998 oleh Andrew Wakefield dengan judul “Ileal-lymphoid-nodular hyperplasia, non-specific colitis, and pervasive developmental disorder in children. Studi ini dijadikan “kitab suci” bagi anti-vaxxers atau orang-orang yang menolak vaksinasi sebagai pedoman mereka.

Berikut adalah gambaran singkat dari perjalanan studi yang kontroversial ini, dari awal dipublikasi hingga diretraksi.

Timeline Perjalanan Studi Vaksin MMR dan Autisme di The Lancet
Gambar 1. Timeline Perjalanan Studi Vaksin MMR dan Autisme di The Lancet

Beberapa sumber ini juga dapat Anda baca untuk mendapatkan gambaran lebih penuh mengenai “drama” dari studi ini.

Seharusnya, The Lancet belajar dari kontroversi vaksin MMR ini bukan?

Percepat hingga ke tahun 2020, di mana pandemi COVID-19 terjadi dan tidak ada yang menyangka hidup kita akan berubah 359 derajat (Kalau 360 kembali ke titik awal).

Selain vaksin MMR, The Lancet juga melakukan sebuah mishap dalam mempublikasikan penelitian tentang Sputnik V.

Sputnik V merupakan vaksin berbasis viral-vector yang dikembangkan oleh Gamaleya National Center of Epidemiology and Microbiology di Russia pada bulan Juni 2020 sebagai jawaban Russia terhadap SARS-CoV-2. Dalam kurun waktu kurang lebih dua bulan berikutnya, Vladimir Putin mengumumkan bahwa Sputnik V merupakan vaksin pertama yang terdaftar sebagai vaksin resmi untuk COVID-19.

Perlu diingat bahwa pada saat itu, hampir seluruh produsen vaksin lainnya telah mengembangkan vaksin mereka jauh sebelum Gamaleya memulai fase 1-nya. Vaksin Moderna dan CanSino telah memulai riset di awal Q1 2020, AstraZeneca, Pfizer, dan Sinovac di Q2 2020 sedangkan Sputnik V baru memulai fase 1 di akhir Q2 2020.

Sebelum Sputnik V, banyak sekali ketakutan, misinformasi, dan rasa cemas akibat vaksin yang cenderung “dipaksakan” untuk diproduksi secepat mungkin.

Dan kemudian datanglah Sputnik V. Problematika Sputnik V ini adalah Putin mengumumkan Sputnik V dapat digunakan sebagai vaksin COVID-19 di saat fase tiga belum dijalankan sama sekali.

Sebagai quick review, fase tiga dalam percobaan vaksin merupakan vaksin yang dites dalam skala besar untuk mengukur efikasi-nya.

Bayangkan, ketika setiap produsen berusaha untuk memberikan vaksin yang efektif dan aman melalui proses ilmiah yang ketat dan terstandardisasi, Russia mengumumkan vaksin mereka tiba-tiba tanpa melewati fase tiga terlebih dahulu.

Ibaratnya, kalian deketin nih cewe atau cowo selama berbulan-bulan dengan etika yang bener, terus temen kalian nyerobot di akhir dan ngeklaim tuh yang lagi lu deketin.

Ga, ga, ini ga personal kok.

But you get the gist of the problem here.

Kemudian, para peneliti Sputnik V mempublikasikan hasil mereka pada fase-3 yang melibatkan 20,000 partisipan  pada tanggal 2 Februari 2021.

Tebak di mana jurnalnya?

The Lancet. Hasilnya?

91.6% efikasi terhadap COVID-19 dan vaksin ini dapat ditoleransi dengan baik. Ian Jones dan Polly Roy merupakan dua professor mikrobiologi yang sangat terkenal dan memiliki reputasi yang sangat tinggi dalam bidangnya masing-masing. Pada tanggal 20 Februari 2021, kedua professor ini mengeluarkan sebuah artikel commentary di, again you guess, The Lancet yang menyatakan bahwa walaupun vaksin ini terkesan tergesa-gesa dalam proses penelitiannya, mengambil jalan pintas, dan tidak transparan, hasil dari Sputnik V jelas dan terdapat satu vaksin baru yang dapat membantu untuk memerangi COVID-19.

Hasil setelah kedua publikasi ini terbit? Semakin banyak negara-negara yang lebih percaya dengan Sputnik V dan berencana untuk membeli vaksin ini. Ada beberapa hal yang membuat Sputnik V menarik untuk dibeli. Yang pertama, harganya yang murah (US$10) yang merupakan vaksin kedua termurah setelah AstraZeneca dengan harga USD$4.

Seperti vaksin Oxford / AstraZeneca, Sputnik V tidak memerlukan penyimpanan khusus. Versi cairnya dapat disimpan pada suhu freezer rumah tangga. Versi yang dapat disimpan pada suhu lemari es sedang dalam pengembangan dan versi bubuk juga tersedia. Sehingga, bagi negara dengan pendapatan rendah dan menengah, vaksin ini sangat menarik dan menjadi prospek vaksin yang dapat digunakan.

Lalu, dengan segala sisi positif dari Sputnik V ini, ada apa yang dipermasalahkan? (Tentu saja di luar kontroversi betapa cepatnya Sputnik V dibuat).

Permasalahannya dengan data ini adalah terdapat beberapa diskrepansi data yang dilaporkan di The Lancet. Terlebih lagi, beberapa scientists berusaha untuk meminta data asal dari penelitian untuk transparansi. Namun, pihak peneliti masih belum memberikan data sampai saat ini.

Permasalahan data yang dipertanyakan disini cukup advanced. Dalam artian, apabila kita tidak mengerti cara membaca jurnal, statistik, dan menginterpretasi data, kemungkinan besar kita tidak akan menyadari kesalahan tersebut. Untuk membaca detail lebih lengkapnya dapat dicari di sini.

Hal ini menekankan seberapa pentingnya bagi kita untuk dapat mengerti dan memahami journal reading.

Baca Juga: Apa Bedanya Preskas, Referat, dan Jurding?

Selain itu, terdapat juga permasalahan pada pendaftaran registrasi Clinical Trials dan protokolnya.

Bagi non-scientists, kemungkinan besar ini tidak akan mempengaruhi mereka. Yang dapat disimpulkan adalah vaksin Sputnik V aman.

Bagi scientists, ketika majoritas sendiri aja tidak menyadari adanya permasalahan ini, apa yang dapat kita perbuat?

Secara keseluruhan, The Lancet akan tetap menjadi pilihan utama para peneliti untuk mempublikasikan penelitian mereka, walaupun kesalahan fatal dari penelitian vaksin MMR dan sekarang yaitu Sputnik V. Namun, tetap menjadi tugas kita sebagai peneliti dan konsumen jurnal ini untuk memahami betul statistika dan tidak membaca judul sebagai konklusi dari sebuah jurnal.

Sekian artikel kami mengenai The Lancet, vaksin MMR, dan Sputnik V. Bagi kalian pembaca setia, memang ini artikel kami dengan tema yang agak sedikit berbeda dari biasanya. Bila kalian menyukai artikel seperti ini, jangan lupa untuk dishare dan comment ya!.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

en_USEnglish