Jurnal Predator

Mengapa BRIN Tidak Mengakui Jurnal MDPI, Frontiers, dan Hindawi?

Tema post kali ini akan familiar untuk kita semua yang aktif di dunia publikasi. Beberapa bulan yang lalu dosen-dosen dihebohkan dengan surat yang diterbitkan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk tidak mempublikasikan penelitian mereka di tiga jurnal yaitu MDPI, Frontiers, dan Hindawi. Hal ini disusul akibat beberapa artikel post yang diterbitkan baik dari ilmuwan independen, universitas, dan bahkan hingga sebuah jurnal penelitian. Berita ini pun sudah dicover di situs-situs Indonesia seperti di sini dan di sini. Lantas pertanyaannya adalah: Mengapa BRIN Tidak Mengakui Jurnal MDPI, Frontiers, dan Hindawi?

Baca Juga: 7 Tools Untuk Mencari Publikasi Jurnal Gratis!

Conflict of Interest

Sebelum gua masuk lebih mendalam, gua perlu memberikan sebuah disclaimer dimana gua memiliki conflict of interest disini. Gua merupakan review editor untuk Journal of Clinical Medicine (MDPI) dan Frontiers in Public Health dan Frontiers in Pediatrics. Gua juga pernah mempublikasi paper gua di MDPI di International Medical Education dan Tropical Medicine. Untuk Hindawi, ada satu paper yang gua publish di International Journal of Telemedicine and Applications. Di MDPI pun gua aktif menjadi peer reviewer dimana satu kali review akan mendapatkan voucher diskon sebesar 100 CHF yang dapat diakumulasikan untuk mempublikasikan artikel di jurnal MDPI secara gratis (bila voucher diskon mencukupi).

Gua akan mencoba untuk menjelaskan situasi dari sangat awal, terutama bagi pembaca yang sama sekali buta dengan penelitian. Bagi yang sudah paham dengan penelitian, silahkan langsung men-scroll ke inti topik yang ditandai dengan “Mengapa BRIN Tidak Mengakui Jurnal MDPI, Frontiers, dan Hindawi?”

Proses Publikasi

Yep, gua akan mundur sejauh ini untuk membahas apakah ketiga jurnal ini termasuk predator. Bagi kalian yang sangat awam terhadap proses publikasi, proses ini bisa sangat memakan waktu. Dari mensubmit melalui Editorial Manager, kemudian menunggu diproses Editor-in-Chief (EIC), yang bisa saja menolak paper kita secara langsung, atau dikembalikan ke kita dikarenakan ada ketentuan yang belum dipenuhi. Bila sudah oke dan menurut EIC paper kita layak untuk dikirim untuk peer-review, maka paper tersebut akan dikirimkan ke 10-20 orang yang ahli dalam bidang tersebut, dengan harapan minimal dua orang menerima undangan untuk melakukan peer-review. Dari situ, peer-reviewer dapat memberikan masukan untuk perbaikan paper kita serta memberikan rekomendasi seperti accept, minor revision, major revision, atau reject. Keputusan final berada di tangan EIC, namun peer-reviewer memiliki peran penting di proses ini. Kalian mungkin bertanya: Berapa lama sih proses di atas? Well, tergantung. Proses tersebut syukur-syukur selesai dalam dua bulan. Terkadang, dua bulan hanya untuk paper tersebut diterima oleh EIC, sebelum ditolak secara langsung. Yup, menunggu dua bulan hanya untuk ditolak di depan muka kita. Inilah yang menjadi pain point bagi para peneliti, di mana mereka harus menunggu proses waktu yang sangat lama dengan ketidakpastian yang sangat tinggi. Oh, selama menunggu, kita tidak boleh mensubmit paper kita ke jurnal lain dikarenakan mensubmit ke beberapa jurnal yang berbeda secara bersamaan akan melanggar ketentuan Committee on Publication Ethics (COPE).

Model Publikasi

Model publikasi tradisional adalah sebagai berikut: Sebuah publisher akan mempublikasikan sekumpulan artikel yang dinamakan volume dan issues. Dalam satu tahun biasanya akan terdiri satu volume. Misalnya, di tahun 2023 berdirilah volume pertama, tahun 2024 volume kedua dan seterusnya. Issue akan diterbitkan sesuai dengan siklus penerbitan jurnal tersebut. Ada yang tiga bulan sekali, dua bulan sekali, satu bulan sekali, atau enam bulan sekali. Sehingga untuk jurnal yang tiga bulan sekali, di tahun 2023, akan ada nomenklatur 1(1), 1(2), 1(3), dan 1(4) yang di mana angka dalam kurung melambangkan sebuah issue.

Mengapa ini penting? Stay with me.

Sehingga, paper kita bisa saja diterima pada bulan Juli 2023, namun karena menunggu edisi berikutnya terbit, paper kita bisa saja dipublikasikan sampai Desember 2023. Pada jaman dahulu, paper tersebut bisa saja diterima namun belum bisa dimasukkan ke CV sebagai sebuah publikasi lantaran belum resmi terbit sebagai sebuah publikasi.

Metode Pembayaran (Zaman Dahulu)

Elsevier mencetak keuntungan sebesar 2.49 billion pounds tahun lalu.

Dari mana datangnya uang sebanyak itu?

Elsevier dan jurnal-jurnal lain pada zaman dahulu menawarkan jurnal-jurnal mereka ke institusi seperti universitas, perusahaan, atau laboratorium untuk men-subscribe jurnal mereka (subscription-based model). Biaya bulanan atau tahunan tersebut adalah sumber pemasukkan utama mereka. Para penerbit biasanya menggaji beberapa staf seperti ahli IT mereka atau ahli bahasa. Namun, ahli-ahli yang menjabat sebagai Editorial Board atau Peer-Reviewer tidak digaji, sehingga menjelaskan mengapa mereka dapat mempublikasi banyak sekali artikel dan keuntungannya tiap tahun terus meningkat.

Oh, jangan lupa. Para peneliti mengeluarkan banyak uang untuk melakukan sebuah penelitian, dan para penerbit ini menerima hasil penelitian tersebut secara gratis. Setelah itu, mereka “menjual” hasil penelitian tersebut.

Sungguh konsep yang aneh tapi nyata.

The Birth of Open Access

Open Access journal melambangkan sebuah “terobosan” baru dimana sebuah jurnal sekarang tidak lagi dikunci dan dapat diakses oleh orang-orang atau institusi tertentu namun semua orang dapat mengunduh dan membaca jurnal tersebut secara gratis.

Loh kok dari dulu ga kayak begini? Ini kan lebih makes sense.

Well, dulu para penerbit sangat enggan menggunakan konsep ini dikarenakan mereka takut akan kehilangan uang dari subscriber mereka. Logika mereka saat itu adalah kalau dibuat gratis untuk umum, ngapain orang-orang subscribe? Terus duit kita dari mana dong? Turns out, open access lebih menguntungkan daripada model subscription, sehingga jurnal-jurnal pun sekarang mulai mentransisikan dirinya sendiri sebagai sebuah jurnal hybrid (dapat memilih open-access atau subscription-based) atau jurnal yang full open access. Bagi jurnal hybrid, para peneliti masih dapat mensubmit penelitian mereka secara gratis. Kelemahannya, bila diterima, artikel tersebut akan dikunci dan tidak dapat diakses oleh semua orang. Sedangkan apabila peneliti memilih untuk mensubmit open access, peneliti harus membayar (dapat berkisar antara 10 juta hingga 45 juta) namun artikel tersebut dapat diakses secara bebas.

Selain itu, jurnal yang mengadopsi open access tidak menggunakan sistem volume dan issues. Dalam artian volume dan issues akan tetap ada, namun tidak mengekang publikasi tersebut. Jurnal yang sudah diterima (lolos dari peer review), dapat langsung terbit di website jurnal tersebut sambil menunggu volume dan issue berikutnya.

Contoh jurnal yang sangat identik dengan Open Access ada beberapa seperti Heliyon, PeerJ, F1000, MDPI, Frontiers, BMC, PLOS One, Sage Open, Scientific Reports, dan Nature Communication.

Lantas, mengapa hanya MDPI, Frontiers, dan Hindawi yang terkena imbasnya?

Mengapa BRIN Tidak Mengakui Jurnal MDPI, Frontiers, dan Hindawi?

BRIN tidak mengakui MDPI, Hindawi, dan Frontiers

Seperti yang bisa kalian duga diatas, bila jurnal Open Access menerima lebih banyak publikasi, maka revenue mereka akan terus meningkat. Simple mathematical concepts.

Walaupun jurnal harus mengikuti standar etika internasional, bisnis adalah bisnis. Dan mereka sangat mengutamakan pemasukan. Model ini pun dieksploitasi oleh MDPI dan Frontiers dimana banyak sekali artikel yang telah mengungkapkan bagaimana model publikasi mereka lebih mementingkan keuntungan ketimbang proses ilmiah. Lebih lengkapnya kalian dapat membaca di link tersebut. Singkatnya, mereka dituduh telah menerima artikel yang sub-standar yang tidak layak untuk dipublikasikan atas nama uang. Selain itu, mereka juga memecat editor dengan alasan editor tersebut mempunyai banyak sekali rejection rate (tingkat penolakan artikel – sekali lagi dikarenakan artikel yang ditolak adalah uang yang hilang).

Note: Kami menggunakan kata “dituduh” dikarenakan tidak ada bukti dari kami apakah memang seperti itu prakteknya. Lantas, bagaimana dengan Hindawi? Hindawi yang baru saja dibeli oleh Wiley pada tahun 2021, ditemukan oleh audit internal Wiley bahwa terdapat 1,200 artikel yang terkompromisasi peer reviewnya sehingga harus diretraksi.

Hal ini lah yang membuat Hindawi juga masuk dalam daftar jurnal predator menurut beberapa institusi.

Lantas, mengapa BRIN tidak mengakui MDPI, Frontiers, dan Hindawi?

Part of it menurut gua pribadi karena hal-hal diatas namun part of it juga dikarenakan adanya “peer pressure” dari negara-negara lain yang telah mengimplementasikan hal yang sama. Tapi tentu alasan yang paling sahih hanya anggota-anggota BRIN yang mengetahuinya.

Menurut gue pribadi?

Well, gua sudah melakukan peer-review untuk 41 artikel di MDPI, 37 yang sudah ada decisionsnya dimana 23 artikel diterima. Angka penerimaan cukup tinggi di 62.1%. Bagaimana kualitasnya? Gua ga akan bohong, gua bukan ahli peer-review dan juga tidak memiliki standar tertinggi untuk peer-review. But My God terkadang gua juga bingung membaca feedback dari reviewer lain, seolah-olah gua adalah peer-reviewer yang sangat galak dan detail (padahal tidak).

Bagaimana dengan Frontiers? Gua sudah melakukan 20 peer-review untuk Frontiers, dimana 14 sudah selesai prosesnya. Dari 14 artikel tersebut, 7 artikel ditolak dan sisanya diterima, sehingga ada 50% acceptance rate. Harus gua akui bahwa di Frontiers proses peer-review lebih ketat dan lebih berkualitas.

Kesimpulan

BRIN tidak mengakui MDPI, Frontiers, dan Hindawi dikarenakan mereka tidak reliabel sebagai sebuah jurnal, bahkan dapat dikatakan sebagai sebuah jurnal predator. Namun, apakah mereka termasuk jurnal predator atau bukan akan gua bahas di blogpost tersendiri.

Kalian suka dengan konten seperti ini? Jangan lupa untuk subscribe ke post kami dan dishare ya! Follow juga podcast kami dan instagram kami. Komen supaya kami tahu kalian ingin post seperti apa yang bisa kami tulis! Ciao!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

id_IDBahasa Indonesia